Sabtu, 29 November 2014

Analisis Satuan Cerita NGULANDARA

OTO MOGOK
Tiga priyayi yang mengalami kesusahan dalam perjalanan yang dingin, yaitu mogoknya mobil yang ditumpangi karena mesin yang rusak, dan pemiliknya tidak tahu tentang mobil yang dimiliki. Jadi ketika mobil rusak, dia tidak tahu. Ketika matahari terbenam dan larut malam hujan pun turun, ketiga priyayi memutuskan diam dalam mobil dengan situasi luar yang sedang diguyur hujan dan menunggu adanya pertolongan. Mobilnya mogok di desa Kledhung dan berada diantara gunung Sumbing dan Sindara yang berada diantara Parakan dan Kreteg. Sekian lama menunggu, tiba-tiba ada mobil lewat dan menghampiri. Dari dalam mobil turun seorang pemuda bertanya kepada pemilik mobil mogok itu, apakah yang terjadi. Kemudian pemuda menawarkan bantuan memperbaiki mobil yang mogok itu. Tak lama kemudian mobil yang mogok dapat dijalakan. Hari sudah larut malam, kedua pemilik mobil memutuskan melanjutkan perjalanan. Diawali oleh pemilik mobil yang mogok dan dilanjutkan penolong mobil mogok tersebut.


MEKSA BATAL
Kedua mobil tersebut melaju dengan beriringan. Ketiga priyayi memendam pertanyaan besar terhadap pemuda yang menolongnya. Ketiga priyayi berkeinginan untuk membalasbudi pemuda itu. Mereka berangan akan menghentikan mobil pemuda itu setelah sampai Parakan. Tapi mobil yang dikendarai pemuda itu melaju dengan cepat mendahulu Overland yang dikendarai ketiga priyayi. Mereka kecewa karena keinginannya membalasbudi dan berkenalan dengan pemuda itu. Ketiga priyayi memutuskan untuk melanjutkan  perjalanan. Pukul setengah sebelas kurang, mereka sampai di Ngasistenan Ngadireja.

NYONYAH OEI WAT HIEN

Tepat hari minggu jam 8 pagi di Ngasistenan, Ngadireja ada tamu Tiong Hoa bernama Nyonyah Oei Wat Hien. Tujuan ia datang ke Ngasisten Ngadireja untuk bertemu Den Bei Asisten Wedana dan Den Ayu Asisten Wedana untuk membicakan mengenai tawar menawar antar kedua pihak mengenai berlian. Nyonyah Oei Wat Hien juga menawarkan mobil yang dimilikinya pada Den Bei. Ketika lama mengobrol, sopirnya ikut ditawarkan. Ternyata sopir dari Nyonyah Oei Wat Hien itu adalah pemuda yang menolong Den Bei sekeluarga saat terjadi kesusahan pada saat itu. Pemuda itu bernama Rapingun. Den Bei pun tak lupa berkeinginan memberikan Rapingun sebagai sedikit tanda terima kasih karena telah membantunya waktu itu, tetapi Rapingun menolak dan tidak terima pemberian dari Den Bei. Pembicaraan penjualan mobil dilanjutkan, akhirnya Den Bei berkeinginan menjadikan Rapingun sebagai sopir Ngasistenan Ngadireja, karena ia tertarik dengan sifat sopan dan mulia Rapingun. Rapingun menjadi sopir dengan gaji yang diinginkan dari Den Bei. Ia  hanya dapat menerima apa dan tidak menuntut banyak sedikit pemberian dari Den Bei.


SAMPUN KRAOS

Rapingun terlihat bahagia bekerja dengan Den Bei Asisten Wedana. Tetapi setiap Den Bei memberikan uang gaji, ia tidak begitu saja terima. Hanya diambil sedikit dan sisanya dititipkan kepada Den Bei. Keseharian Rapingun sebagai sopir, tidak hanya mengurus mobil dan kelengkapannya. Tapi dia juga mau bekerja sebagai tukang kebun dan pembantu. Semua ini bukan keinginan Den Bei. Tetapi atas keinginan Rapingun. Bahkan Den Bei sekeluarga tidak menyuruhnya untuk melakukan hal seperti itu. Rapingun juga berani mendekati si Hel, yaitu kuda nakal milik Den Bei yang selalu menyakiti orang yang mendekati. Dan saat Den Bei melarang Rapingun untuk tidak mendekati si Hel, dia bertekad untuk membuktikan bahwa si Hel bukan kuda nakal.


NGAJARI KAPAL

Pada hari minggu Rapingun mencoba mendatangi Hel agar Hel bisa menjadi Kuda yang nurut. Rapingun memberi Hel makanan dan membiarkan Hel makan dengan lahap. Tak lama kemudian Hel diajak jalan-jalan kemudian rasa khawatir muncul dari Kreta. Tapi dengan kemantapan hati Rapingun, dia memberanikan diri untuk menunggangi siHel keliling desa. Sesampainya Rapingun dan Hel di Ngasistenan kembali, Hel ditempatkan di kandang dan dibiarkan istirahat sampai keringatnya telah kering. Kemudian Rapingun memandikan Hel. Den Bei tak tahu kalau Rapingun berani membawa Hel keluar untuk dinaiki, karena Hel adalah kuda yang nakal. Tetapi Rapingun tetap bekerja keras, karena jika Hel tidak dinaiki, maka Hel tidak akan menjadi Kuda yang bagus dan ramah.


PEKEN MALEM ING MAGELANG.

Sabtu sore waktunya Rapingun menjemput Raden Ajeng Supartinah di Parakan karena ia adalah guru HCS di Parakan. Dari parakan mereka menuju magelang untuk mengunjungi Raden Nganten Mantri Guru. Tadinya ia berkeinginan berkunjung dengan ibunya. Tetapi karena Ibu sedang tidak sehat, maka dia hanya ditemani oleh Rapingun sebagai sopirnya. Perjalananpun dilanjutkan menuju rumah Den Bei Mantri Gudhang. Ketika sampai dirumah Den Bei Mantri Gudhang, tak lama kemudian mereka menuju pasar malam yang letaknya tak jauh dari kediaman Den Bei Mantri Gudhang. Ketika sampai dipasar malam, mereka lalu berjalan-jalan mengelilingi pasar malam. Setelah lama berjalan, Den Bei Mantri Gudhang lelah dan mengajak  istirahat, dan istirahat sambil menonton wayang dengan keadaan duduk melepas lelah karena lama beralan.


MANAHIPUN KAGOL

Ketika menonton wayang, Raden Ajeng Tien mendengar suara orang yang tertawa dengan tidak sopan. Orang tersebut terlihat seperti orang baik. Ketika dilihat Raden Ajeng Tien merasa kalau dia mengenal pria yang tertawa dengan tidak sopan tadi. Raden Ajeng Tien pun merasa tidak nyaman berlama-lama berada ditempat itu, tak lama kemudian mereka meminta  meninggalkan tempat tersebut. Tapi walaupun mereka berpindah tepat, pria tersebut tetap mengejar Raden Ajeng Tien hingga Raden Ayu Tien merasa tak nyaman. Raden Ayu Tien meminta Den Bei Mantri Gudhang dan istrinya untuk pulang. Kemudian pulang dan Raden Ajeng Tien diobati terlebih dahulu karena dia merasa sedang tidak sehat. Tapi Raden Ajeng Tien memilih untuk langsung pulang ke rumahnya sendiri. Tak lama Raden Ajeng Tien pulang dengan Rapingun. Dia memilih duduk disamping Rapingun demi keselamatannya.


NJAGI WILUJENGING BENDARA

Dalam perjalanan pulang, Raden Ajeng Tien dan Rapingun dihadang oleh dua pria yang ada di pasar malam. Pria itu bernama Hardjana, yaitu pria yang selama ini mencintai Raden Ajeng Tien. Tapi Raden Ajeng Tien tidak mencintainya. Disitu terjadi pertengkaran hebat, teman Hardjana menyerang Rapingun. Tetapi Rapingun pintar, dia menyediakan senjata untuk melawan pria itu. Pistol yang dipegang oleh teman Hardjana tersebut akhirnya mental dan terjatuh. Hardjana akhirnya kalah dan tangan kiri Rapingun sakit karena terpukul oleh Hardjana. Kemudian Rapingun melanjutkan perjalanan dengan kondisi tangan yang sakit. Ditengah perjalanan Rapingun pingsan dan kemudian dia pun dirawat oleh Raden Ayu Tien.


NGREKSA NAMANING BENDARA

Akhirnya tangan Rapingun di balut stagen oleh Raden Ayu Tien. Dan kemudian Rapingun dan Raden Ajeng Tien melanjutkan perjalanan. Ketika sampai dirumah, Rapingun langsung memasukkan mobil ke garasi dan langsung menuju kamarnya untuk istirahat. Berhubung Raden Bei Asisten sekalian belum tidur, mereka lalu menuju ke kamar Rapingun dan lalu merawat Rapingun serta menanyakan apa yang telah terjadi diperjalanan tadi. Setelah selesai, Raden Bei Asisten sekalian beserta Raden Ajeng Tien keluar dan mempersilahkan Rapingun untuk istirahat. Dan rencananya Rapingun akan dibawa ke rumah sakit.


WONTEN ING GRIYA SAKIT

Rapingun sudah seminggu berada di rumah sakit, tetapi rasa sakitnya belum sembuh juga. Saat Raden Ajeng Tien datang menjenguk Rapingun, di dalam kamar terdengar Rapingun sedang menyanyikan lagu. Raden Ajeng Tien datang ke rumah sakit dengan tujuan menyampaikan pesan kedua orangtua jika Rapingun sudah sembuh, dia akan diajak untuk pergi ke Solo. Tetapi Rapingun menolak ajakan itu dengan alasan ia tidak ingin pergi ke Solo. Tetapi Raden Ajeng Tien tetap keras untuk membujuk Rapingun, walaupun Rapingun tetap berkata tidak. Raden Ajeng Tien bercerita bahwa Ibu Gedhe yang di Solo sedang mengalami kesusahan karena sudah 7 bulan ia ditinggal oleh putra satu-satunya. Dan saat Raden Ajeng Tien bercerita, ternyata Rapingun sudah mengetahui kepergian Raden Mas Tanta karena dulu orangtua nya pernah mengirim surat tanpa alamat kepada Raden Mas Tanta yang dititipkan kepada Raden Mas Subijakta. Dan surat tersebut belum disampaikan kepada Raden Mas Tanta karena sudah dua bulan Raden Mas Tanta keluar dari pekejaannya. Raden Ajeng Tien mengatakan jika dia tertarik kepada Rapingun. Dan dari rasa tertarik tersebut, Raden Ajeng Tien memberikan kalung dan mainan yang dia punya kepada Rapingun sebagai tanda sayang karena sifat dan watak Rapingun yang baik. Dan Raden Ajeng Tien pun meminta jika terjadi sesuatu terhadap Rapingun, agar tidak sungkan untuk meminta pertolongan kepada Rajen Ajeng Tien.


PAMIT

Setelah dirumah sakit tiga minggu lamanua, akhirnya Rapingun dibawa pulang dan dia dijemput Raden Bei Asisten. Setengah bulan setelah itu, Rapingun terlihat susah. Dan semakin lama kesusahan yang dialami Rapingun semakin terlihat. Rapingun berkata kalau dia ingin pulang karena telah lama merindukan keduaorang tuanya. Ternyata Rapingun adalah anak tunggal dalam keluarganya. Rapingun ingin pulang selama 1bulan. Sebelum pulang, Rapingun datang ke Parakan untuk pamitan dengan Raden Ajeng Tien. Den bei Asisten berpesan kepada Rapingun agar sering mengirim surat kepada keluarga Den Bei.


SERAT SAKING RAPINGUN

Sebulan lamanya Rapingun meninggalkan rumah Den Bei Asisten. Dan Rapingun mengirim surat kepada keluarga Den Bei Asisten. Surat tersebut berasal dari kota Cirebon. Keluarga Den Bei Asisten masih bertanya-tanya kenapa Rapingun tidak kembali ke rumah Den Bei Asisten. Dan Rapingun masih meninggalkan uang upah selama dia bekerja dengan Den Bei Asisten.


LET NEM WULAN

Tepat hari minggu Raden Mas Tanta berkunjung ke rumah Mantri Guru di Pekalongan. Saat itu Den Bei Wedana berkunjung ke rumah Mantri Guru. Dan disana Den Bei Wedana bertemu dengan Raden Mas Tanta yaitu putra tunggalnya. Disana tangis kebahagiaan terlihat karena telah lama tak berjumpa dan akhirnya perjumpaan dapat terjadi. Raden Ajeng Tien yang ikut berkunjung juga merasa trenyuh melihat hal itu. Ternyata Raden Mas Tanta itu adalah Rapingun yang selama ini menjadi supir di rumah Raden Ajeng Tien.



SESAMPUNIPUN WOLUNG WULAN

Raden Ajeng Tien berkunjung kerumah Den Bei Asisten dengan Raden Mas Tanta atau Rapingun suaminya. Raden Ajeng Tien bertanya kepada Ibu, tantang kebolehan seorang pria memakai kalung. Ibu menjawab kalau seorang pria tidak cocok memakai kalung. Dan kalung yang dipakai Raden Mas Tanta adalah kalung yang diberi Raden Ajeng Tien saat Raden Mas Tanta sedang sakit di rumah sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Sepanjang sejarahnya, aksara Jawa ditulis dengan sejumlah media yang berganti-ganti seiring waktu.   Aksara Kawi   yang menjadi nenek moya...